Embun itu, ketika engkau melihatnya, akan terlihat bening, ketika
engkau merasakannya, akan terasa sejuk dan segar. Embun di pagi itu,
selalu dan terus menyejukkan dedaunan dan rerumputan di pagi hari, dan
membawa suasana segar, bagi siapa pun yang merasakannya. Embun itu, pada
akhirnya akan selalu memberikan kesegaran bagi yang percaya akan
manfaat embun.
Begitulah tarbiyah ini ada, ibarat embun, tarbiyah
akan menyegarkan kembali hati-hati kita yang mulai kering, akan
menyegarkan kembali jiwa-jiwa kita yang mulai melapuk, kering karena
iman kita yang compang-camping, melapuk karena jiwa ini terlampau banyak
dosa. Bagi yang yakin akan kekuatan dari tarbiyah, maka tarbiyah ibarat
embun pagi yang akan menyegarkan dedaunan, sehingga dedaunan terlihat
segar, siap menantang teriknya matahari, siap untuk menatap dunia.
Begitulah tarbiyah ini, dia akan selalu memberikan kesegaran kepada
hati-hati yang kering, kepada jiwa-jiwa yang lapuk, sehingga hati
kembali segar, seperti dedaunan pagi hari, sehingga jiwa kembali kokoh,
setegar pepohonan pagi.
Embun pagi, ia mengajari kita, tentang
harmoni, karena ia meneteskan kesegaran itu kesemuanya, bukan hanya
daun, bukan hanya rumput, tetapi semuanya. Dedaunan, rerumputan,
pepohonan pagi, serangga-serangga kecil, semuanya merasakan kesejukan
embun pagi. Semuanya merasakan kesegarannya, semua merasakan kelembutan
sentuhan tetesannya. Semua menikmatinya. Embun pagi. Tarbiyah.
Seharusnya juga demikian. Tarbiyah mengajarkan, bukan hanya dia, bukan
hanya mereka, bukan hanya ini, bukan hanya itu, tetapi semuanya. Tetapi
menyeluruh. Karena tarbiyah ada untuk menjadi kebermanfaatan bagi semua,
bukan hanya untuk saya, bukan hanya untuk dia, bukan hanya untuk
mereka, bukan hanya untuk golongan A, bukan hanya untuk golongan C.
Semuanya. Ya. Semuanya. Karena tarbiyah ada adalah untuk rahmat bagi
seluruh alam.
Dan kalaupun tarbiyah hari ini sedang menuju kearah
yang lebih luas, menegara, atau kalau bahasanya Ust. Gunawan adalah
menyongsong mihwar dauli, maka sekali lagi ketika kita pun harus
bersikap menegara dengan membangun mentalitas negarawan, dan tentu kita
harus belajar kepada embun pagi itu. Tentang ketulusannya, tentang
kelembutannya meneteskan air kepada dedaunan, kepada rerumputan, kepada
pepohonan, kepada alam. Sehingga alam pagi itu terlihat segar. Lalu
kemudian kita terhangatkan oleh munculnya mentari pagi, dan tetap
merasakan kesejukan embun pagi. Karena yang terpenting ketika kita akan
menyongsong tahapan baru dalam tarbiyah, dalam dakwah, adalah tentang
mentalitas kita. Mentalitas kita harus seperti embun pagi. Menyejukkan
alam, menyegarkan lingkungan, dan juga lembut, dan juga antusias untuk
senantiasa memberikan kesejukan kepada alam.
Mentalitas negarawan,
mental inilah yang harus kita bangun ketika hari ini kita memimpikan
satu tahapan dakwah yang meluas, menyesuaikan dengan mihwar atau tahapan
yang ada, inilah konsekuensi yang harus dilakukan. Ya, tentang
kedewasaan sikap kita, tentang mumpuninya kapasitas yang kita miliki
dalam ranah kontribusi, tentang kearifan kita dalam berpijak dan
menentukan segala keputusan, tentang sepuluh rukun yang seharusnya kita
tanamkan dalam setiap aktivitas kita.
Tsiqah. Percaya saja. Bahwa
bersama kesejukan embun tarbiyah adalah solusinya. Bersama kesejukan,
lalu menikmati kelembutan belaian dan sentuhan embun tarbiyah adalah
bagian dari solusi, untuk menyegarkan kembali lingkungan kita,
menyejukkan kembali negara ini, memberikan nuansa surgawi kepada
lingkungan kita, kepada masyarakat kita, kepada alam ini.
Tsiqah
saja. Karena visi embun yang begitu agung, yaitu menyegarkan dedaunan
yang mulai layu, menyejukkan pagi yang habis pekat, dan memberikan
harmoni bagi alam. Begitu juga visi tarbiyah ini, yang ingin menyegarkan
dengan harum wewangian surgawi, menyejukkan alam dengan kesturi-kesturi
nirwana. Ah, indahnya. Nikmatnya. Bersama kesejukan embun tarbiyah,
engkau akan diajari, bagaimana seharusnya kita bersikap, bagaimana
seharusnya kita menjadi dewasa, bagaimana seharusnya kita menjadi
kebermanfaatan sepenuhnya bagi negara ini, bagi umat ini. Dan yakinlah,
bersama kesejukan embun tarbiyah, engkau akan menjadi harmoni. Yakinlah.
Dan tetaplah bersama sejuknya embun tarbiyah
Kamis, 28 Februari 2013
Rabu, 27 Februari 2013
Kerinduan
Rasanya tak mudah
meluapkan tiap-tiap yang kurasa. Rindu ini tampaknya menjadi tumpukan yang
berdebu, telah begitu usang. Wajahnya tak mampu ku lukis walau sudah
dalam-dalam ku bayangkan. Aku selalu tak mampu membentuk bayangnya.
Hhhhhhhhhhhhh…
Ku menghela nafas
disela hujan yang mengguyur bumi, seakan mengerti bahwa aku merasakan kesedihan
hebat yang rasanya mengguncang jiwa. Padahal aku saja tak mampu
menggambarkannya dalam angan, namun mengapa rindu ini seakan merobek jiwaku,
menghentak tiap-tiap rasaku.
Seperti biasa langkah
kaki mengajakku tuk mencari satu titik terang di penghujung sana. Aku menuju
kesuksesan yang Allah sediakan pada tiap makhlukNya, tinggal jalan mana yang
hendak kita lewati, jalan yang baik atau yang tidak seharusnya.
“Assalamu’alaikum
hujan” sapaku pada tetesan langit, sang penyejuk penuh arif. Ia tak pernah
menyalahkanku karena selalu bercerita padanya tentang apa-apa yang kurasa,
apa-apa yang ku alami. Ia kini jadi sahabat baruku, ku mencurahkan
padanya. Menganggap ia sebagai sandaran ku, walau ia tak mampu menjawab tapi
itu cukup untukku, melegakan sedikit sesakku. Aku memang jiwa tertutup yang tak
mampu dengan mudah utarakan sesuatu yang menggedor pintu hati tuk
tertumpahkan, aku hanya mampu diam, tak bicara dan hanya mampu jalan ditempat.
Ya begitulah aku.
Aku utarakan maksud
hati yang mulai merindu seseorang dalam dekapan ukhuwah yang berada pada satu
ikatan tarbiyah.
***
Setidaknya tegakku di
waktu Dhuha-Nya mampu menenangkanku dalam rindu kemarin yang masih berbekas
hingga kini, mataku saja masih terpancar sinar terekam memoriku atas apa yang
ku rasa kini.
“Sungguh kutahu Ya
Rabbana ku tak pantas tuk mengeluh walau hanya secuil. NikmatMu tiada mampu
menyaingi dengan apa yang Kau berikan padaku. Tapi, ku hanya mampu mengadu
padaMu atas angan yang kurasa tiap kali ku mengangankannya dalam ingatan,
mencoba merasakan hangatnya dalam candaan bersamanya, Sungguh ya Rabb,
ikhlaskanlah hati ini atas TakdirMu agar ku mampu melenggangkan langkah kembali
tuk merajut mimpi dalam cintaMu, meraih ridha dalam senyum dibingkai takdir”
Kadang ada sedih di
hatiku, aku tak begitu mengenalnya, aku hanya tau sedikit akan perangai dan
sikapnya, apa makanan kesukaannya, apa hobinya, namun ku tau Allah pasti punya
rencana kuat kenapa aku tak harus mengetahui itu, aku yakin inilah yang terbaik
dari-Nya.
Hari ini hujan
kembali turun.
04.00
***
kasih…
Saat jiwa ini mencoba menilik bagaimana rautmu, ku hanya mendapatkan keburaman yang makin tak jelas. Mengapa ya ? Padahal aku hanya berusaha tuk melukiskan wajahmu dalam kanvas imajinasiku.
Saat jiwa ini mencoba menilik bagaimana rautmu, ku hanya mendapatkan keburaman yang makin tak jelas. Mengapa ya ? Padahal aku hanya berusaha tuk melukiskan wajahmu dalam kanvas imajinasiku.
Ku hanya ingin kau
ada dalam khayal, itu saja.
Namun, nampaknya Allah tak mengizinkannya.
Aku tak sama sekali mampu
Namun, nampaknya Allah tak mengizinkannya.
Aku tak sama sekali mampu
Hhhmmm…
Namun, biarlah apa yang terjadi kini berdasarkan ingin-Nya.
Karena, bukankah rencana-Nya adalah yang terbaik untuk jiwa ini?
Maka itu, ku cukupkan rindu ini teruntukmu
dengan iringan doa khusus untukmu, dari aku pengagummu…
Namun, biarlah apa yang terjadi kini berdasarkan ingin-Nya.
Karena, bukankah rencana-Nya adalah yang terbaik untuk jiwa ini?
Maka itu, ku cukupkan rindu ini teruntukmu
dengan iringan doa khusus untukmu, dari aku pengagummu…
Langganan:
Postingan (Atom)