Kamis, 28 Februari 2013

Dalam Tarbiyah aku Belajar

Embun itu, ketika engkau melihatnya, akan terlihat bening, ketika engkau merasakannya, akan terasa sejuk dan segar. Embun di pagi itu, selalu dan terus menyejukkan dedaunan dan rerumputan di pagi hari, dan membawa suasana segar, bagi siapa pun yang merasakannya. Embun itu, pada akhirnya akan selalu memberikan kesegaran bagi yang percaya akan manfaat embun.
Begitulah tarbiyah ini ada, ibarat embun, tarbiyah akan menyegarkan kembali hati-hati kita yang mulai kering, akan menyegarkan kembali jiwa-jiwa kita yang mulai melapuk, kering karena iman kita yang compang-camping, melapuk karena jiwa ini terlampau banyak dosa. Bagi yang yakin akan kekuatan dari tarbiyah, maka tarbiyah ibarat embun pagi yang akan menyegarkan dedaunan, sehingga dedaunan terlihat segar, siap menantang teriknya matahari,  siap untuk menatap dunia. Begitulah tarbiyah ini, dia akan selalu memberikan kesegaran kepada hati-hati yang kering, kepada jiwa-jiwa yang lapuk, sehingga hati kembali segar, seperti dedaunan pagi hari, sehingga jiwa kembali kokoh, setegar pepohonan pagi.
Embun pagi, ia mengajari kita, tentang harmoni, karena ia meneteskan kesegaran itu kesemuanya, bukan hanya daun, bukan hanya rumput, tetapi semuanya. Dedaunan, rerumputan, pepohonan pagi, serangga-serangga kecil, semuanya merasakan kesejukan embun pagi. Semuanya merasakan kesegarannya, semua merasakan kelembutan sentuhan tetesannya. Semua menikmatinya. Embun pagi. Tarbiyah. Seharusnya juga demikian. Tarbiyah mengajarkan, bukan hanya dia, bukan hanya mereka, bukan hanya ini, bukan hanya itu, tetapi semuanya. Tetapi menyeluruh. Karena tarbiyah ada untuk menjadi kebermanfaatan bagi semua, bukan hanya untuk saya, bukan hanya untuk dia, bukan hanya untuk mereka, bukan hanya untuk golongan A, bukan hanya untuk golongan C. Semuanya. Ya. Semuanya. Karena tarbiyah ada adalah untuk rahmat bagi seluruh alam.
Dan kalaupun tarbiyah hari ini sedang menuju kearah yang lebih luas, menegara, atau kalau bahasanya Ust. Gunawan adalah menyongsong mihwar dauli, maka sekali lagi ketika kita pun harus bersikap menegara dengan membangun mentalitas negarawan, dan tentu kita harus belajar kepada embun pagi itu. Tentang ketulusannya, tentang kelembutannya meneteskan air kepada dedaunan, kepada rerumputan, kepada pepohonan, kepada alam. Sehingga alam pagi itu terlihat segar. Lalu kemudian kita terhangatkan oleh munculnya mentari pagi, dan tetap merasakan kesejukan embun pagi. Karena yang terpenting ketika kita akan menyongsong tahapan baru dalam tarbiyah, dalam dakwah, adalah tentang mentalitas kita. Mentalitas kita harus seperti embun pagi. Menyejukkan alam, menyegarkan lingkungan, dan juga lembut, dan juga antusias untuk senantiasa memberikan kesejukan kepada alam.
Mentalitas negarawan, mental inilah yang harus kita bangun ketika hari ini kita memimpikan satu tahapan dakwah yang meluas, menyesuaikan dengan mihwar atau tahapan yang ada, inilah konsekuensi yang harus dilakukan. Ya, tentang kedewasaan sikap kita, tentang mumpuninya kapasitas yang kita miliki dalam ranah kontribusi, tentang kearifan kita dalam berpijak dan menentukan segala keputusan, tentang sepuluh rukun yang seharusnya kita tanamkan dalam setiap aktivitas kita.
Tsiqah. Percaya saja. Bahwa bersama kesejukan embun tarbiyah adalah solusinya. Bersama kesejukan, lalu menikmati kelembutan belaian dan sentuhan embun tarbiyah adalah bagian dari solusi, untuk menyegarkan kembali lingkungan kita, menyejukkan kembali negara ini, memberikan nuansa surgawi kepada lingkungan kita, kepada masyarakat kita, kepada alam ini.
Tsiqah saja. Karena visi embun yang begitu agung, yaitu menyegarkan dedaunan yang mulai layu, menyejukkan pagi yang habis pekat, dan memberikan harmoni bagi alam. Begitu juga visi tarbiyah ini, yang ingin menyegarkan dengan harum wewangian surgawi, menyejukkan alam dengan kesturi-kesturi nirwana. Ah, indahnya. Nikmatnya. Bersama kesejukan embun tarbiyah, engkau akan diajari, bagaimana seharusnya kita bersikap, bagaimana seharusnya kita menjadi dewasa, bagaimana seharusnya kita menjadi kebermanfaatan sepenuhnya bagi negara ini, bagi umat ini. Dan yakinlah, bersama kesejukan embun tarbiyah, engkau akan menjadi harmoni. Yakinlah. Dan tetaplah bersama sejuknya embun tarbiyah

Rabu, 27 Februari 2013

Kerinduan


Rasanya tak mudah meluapkan tiap-tiap yang kurasa. Rindu ini tampaknya menjadi tumpukan yang berdebu, telah begitu usang. Wajahnya tak mampu ku lukis walau sudah dalam-dalam ku bayangkan. Aku selalu tak mampu membentuk bayangnya. Hhhhhhhhhhhhh…
Ku menghela nafas disela hujan yang mengguyur bumi, seakan mengerti bahwa aku merasakan kesedihan hebat yang rasanya mengguncang jiwa. Padahal aku saja tak mampu menggambarkannya dalam angan, namun mengapa rindu ini seakan merobek jiwaku, menghentak tiap-tiap rasaku.
Seperti biasa langkah kaki mengajakku tuk mencari satu titik terang di penghujung sana. Aku menuju kesuksesan yang Allah sediakan pada tiap makhlukNya, tinggal jalan mana yang hendak kita lewati, jalan yang baik atau yang tidak seharusnya.
“Assalamu’alaikum hujan” sapaku pada tetesan langit, sang penyejuk penuh arif. Ia tak pernah menyalahkanku karena selalu bercerita padanya tentang apa-apa yang kurasa, apa-apa yang ku alami. Ia  kini jadi sahabat baruku, ku mencurahkan padanya. Menganggap ia sebagai sandaran ku, walau ia tak mampu menjawab tapi itu cukup untukku, melegakan sedikit sesakku. Aku memang jiwa tertutup yang tak mampu  dengan mudah utarakan sesuatu yang menggedor pintu hati tuk tertumpahkan, aku hanya mampu diam, tak bicara dan hanya mampu jalan ditempat. Ya begitulah aku.
Aku utarakan maksud hati yang mulai merindu seseorang dalam dekapan ukhuwah yang berada pada satu ikatan tarbiyah.
***
Setidaknya tegakku di waktu Dhuha-Nya mampu menenangkanku dalam rindu kemarin yang masih berbekas hingga kini, mataku saja masih terpancar sinar terekam memoriku atas apa yang ku rasa kini.
“Sungguh kutahu Ya Rabbana ku tak pantas tuk mengeluh walau hanya secuil. NikmatMu tiada mampu menyaingi dengan apa yang Kau berikan padaku. Tapi, ku hanya mampu mengadu padaMu atas angan yang kurasa tiap kali ku mengangankannya dalam ingatan, mencoba merasakan hangatnya dalam candaan bersamanya, Sungguh ya Rabb, ikhlaskanlah hati ini atas TakdirMu agar ku mampu melenggangkan langkah kembali tuk merajut mimpi dalam cintaMu, meraih ridha dalam senyum dibingkai takdir”
Kadang ada sedih di hatiku, aku tak begitu mengenalnya, aku hanya tau sedikit akan perangai dan sikapnya, apa makanan kesukaannya, apa hobinya, namun ku tau Allah pasti punya rencana kuat kenapa aku tak harus mengetahui itu, aku yakin inilah yang terbaik dari-Nya.
Hari ini hujan kembali turun.
04.00

***
kasih…
Saat jiwa ini mencoba menilik bagaimana rautmu, ku hanya mendapatkan keburaman yang makin tak jelas. Mengapa ya ? Padahal aku hanya berusaha tuk melukiskan wajahmu dalam kanvas imajinasiku.
Ku hanya ingin kau ada dalam khayal, itu saja.
Namun, nampaknya Allah tak mengizinkannya.
Aku tak sama sekali mampu
Hhhmmm…
Namun, biarlah apa yang terjadi kini berdasarkan ingin-Nya.
Karena, bukankah rencana-Nya adalah yang terbaik untuk jiwa ini?
Maka itu, ku cukupkan rindu ini teruntukmu
dengan iringan doa khusus untukmu, dari aku pengagummu…